Artikel,
Edukasi,
Saat ini tengah istilah flexing sedang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, dari awalnya yang digunakan oleh banyak orang kaya dalam memamerkan kekayaan hingga menjadi konsumsi bagi masyarakat kelas bawah karena memakan setiap pemberitaannya. Flexing adalah istilah terbaru dari show off yang artinya memamerkan barang-barang demi terlihat kaya raya dan dapat pengakuan publik.
Keberadaan media sosial membuat flexing semakin mudah untuk dilakukan, terlebih bagi mereka yang memiliki nama terkenal di kalangan masyarakat dan memiliki banyak pengikut di media sosial yang mereka miliki. Melalui media sosial, tak sedikit orang yang ingin dikenal dengan kekayaan, menarik secara fisik, cerdas hingga memiliki banyak kelebihan.
Apa itu flexing merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada perbuatan seseorang dalam pamer kekayaan. Meski begitu, cara ini kerap dimanfaatkan sebagai salah satu strategi marketing dalam memasarkan produk atau jasa kepada masyarakat. Flexing sejatinya juga merupakan istilah dalam dunia ekonomi khususnya dalam ruang lingkup marketing dan investasi.
Merriam Webster menyebut asal kata flex bermakna memperlihatkan, menunjukkan atau mendemonstrasikan. Namun fenomena yang baru terjadi saat ini dan cukup menyita perhatian publik Indonesia khususnya, flexing artinya memamerkan harta kekayaan yang dilakukan oleh seorang yang mendapat predikat sebagai influencer.
Fenomena flexing di media sosial dalam beberapa tahun belakangan ini justru menjadi genre baru dan bahkan sangat populer. Kondisi ini bahkan sudah sangat sering ditemui oleh masyarakat melalui media sosial, banyak orang membuat konten dengan memamerkan kekayaan mereka seperti mobil mewah seharga miliaran rupiah.
Munculnya flexing dalam masyarakat seharusnya dihindari, utamanya dalam dunia bisnis yang menarik orang untuk melakukan investasi. Asal mula munculnya istilah ini pada dasarnya merupakan sebuah bahasa gaul dari masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat. Namun sebenarnya bukan merujuk pada arti pamer kekayaan.
Melainkan saat itu digunakan untuk menunjukkan keberanian sejak tahun 1990-an, rapper kenamaan Ice Cube menggunakan istilah ini pada lagunya berjudul ‘It Was a Good Day’ yang dirilis pada tahun 1992. Lirik yang digunakan ‘Saw the police and they rolled right past me/ No flexin’, didn’t look in a n’gga’s direction as I ran the intersection’.
Beranjak dari tahun tersebut, pada 2014 kata flex kembali populer berkat lagu berjudul; ‘No Flex Zone’ yang ditulis dan dibawakan oleh Rae Sremmurd. Dalam lagu ini, kata flex merujuk pada orang-orang yang bersikap santai seperti dirinya sendiri dan tidak pamer atau menjadi seorang yang berbeda dengan pura-pura.
Namun begitu flexing adalah disimpulkan untuk mengartikan seseorang yang suka memamerkan kekayaan yang sebenarnya tidak mereka miliki. Pengertian lain juga menyebut bahwa orang yang melakukan flexing berarti palsu. Memalsukan atau memaksakan gaya agar diterima dalam pergaulan yang menurutnya membutuhkan hal demikian.
Perilaku flexing sebenarnya berkebalikan dari apa yang dilakukan orang kaya sungguhan, orang kaya yang sebenarnya justru tidak tidak ingin menjadi pusat perhatian. Sesuai dengan yang disampaikan Akademisi dan praktisi bisnis asal Indonesia, Prof. Rhenald Kasali, Ph.D, merujuk pada kata pepatah yang menyebut ‘poverty screams, but whispers’.
Jika dahulu flexing adalah digunakan untuk menunjukkan rasa berani dan memberontak dari sebuah kelompok, kini tujuan dilakukannya flexing sangat berbeda. Meskipun sama-sama menarik perhatian orang lain, namun di masa sekarang dan saat ini flexing hanya digunakan sebagai strategi marketing suatu produk dan jasa demi menarik perhatian konsumen.
Di Indonesia sudah banyak terjadi kasus seperti ini, Rhenald Kasali mencontohkan kasus First Travel yang sempat menghebohkan seluruh jagat Tanah Air. Dalam kasus tersebut, si pemilik bisnis sekaligus pelaku sebelumnya sangat sering memamerkan kekayaan melalui media sosial. Langkah itu dilakukan agar para target pelanggannya percaya menggunakan jasa mereka.
Sementara kasus paling terbaru adalah dua afiliator trading, Indra Kenz dan Doni Salmanan yang bahkan sebelumnya dilabeli Crazy Rich oleh masyarakat serta banyak media di Indonesia. Kedua orang ini pun sekarang sudah menjalani pemeriksaan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penipuan menggunakan status mereka sebagai afiliator.
Sama seperti pemilik First Travel, dalam kesehariannya baik Indra maupun Doni sangat sering memamerkan kekayaan yang mereka miliki. Baik itu melalui media sosial, maupun saat berbagi kepada masyarakat yang membutuhkan. Tak pelak aksi yang mereka lakukan mampu menarik hati dan kepercayaan dari masyarakat sehingga tak sedikit yang ikut berinvestasi pada mereka.
Hingga pada akhirnya masyarakat justru tertipu dengan iming-iming bonus dan keuntungan besar yang dijanjikan justru berujung lenyapnya uang yang mereka investasikan. Flexing harus disikapi dengan sangat bijak dan penuh pemikiran mendalam akan dampak yang diberikan. Berikut ini beberapa dampak negatif yang muncul akibat dari seorang melakukan flexing.
Perilaku seorang yang melakukan flexing akan semakin konsumtif, hal itu dikarenakan hidup hanya untuk memenuhi kesan dari banyak orang. Tujuannya agar selalu terlihat seperti orang kaya, tak pelak orang-orang seperti ini dengan mudahnya membeli barang yang mendukung kesan mereka, begitulah arti flexing dalam bahasa gaul.
Apabila orang yang melakukan flexing tak mampu memenuhi kesan menjadi kaya, maka kemungkinan akan memenuhi dengan cara di luar kemampuan yakni nekat berhutang. Tentu hal ini akan menjadi masalah jika nantinya tak sanggup untuk membayar hutang tersebut.
Ketika orang gemar melakukan flexing, kemungkinan besar rasa empati mereka akan semakin sedikit dan menipis. Orang-orang ini tidak akan peduli dengan orang lain yang kekurangan dan membutuhkan bantuan, karena sibuk memamerkan harta kekayaan yang sifatnya palsu.
Flexing tak hanya dilakukan melalui media sosial dengan memanfaatkan banyak pengikut, tetapi juga orang sekitar yang berperilaku gemar memamerkan harta kekayaan. Sementara untuk menyikapi orang-orang dengan cara berpikir seperti ini demi mendapatkan kesan di mata masyarakat, sebenarnya sangat sederhana yakni tak perlu ambil pusing.
Abaikan orang dengan kebiasaan flexing, jika kondisi ini bisa mengganggu secara berlebihan di media sosial maka bisa untuk tidak mengikuti mereka atau menggunakan fitur blok. Flexing adalah sifat membuat seseorang merasa membandingkan diri mereka dengan apa yang orang lain sudah capai, sehingga berujung munculnya rasa galau.
Demikian penjelasan mengenai flexing, asal-usulnya dan yang terpenting bagaimana cara mengatasinya. Memiliki kepribadian diri yang baik dan menggunakan otak sebijak mungkin dalam berpikir menjadi keunggulan yang ditawarkan Sampoerna University.
Sampoerna University merupakan satu-satunya universitas dengan standar kurikulum pendidikan, fakultas, fasilitas, dan operasional Amerika Serikat di Indonesia. Bekerja sama dengan University of Arizona, Sampoerna University menawarkan Program Gelar Ganda.
Yang memungkinkan Anda belajar selama 4 tahun di Jakarta dengan kurikulum Amerika Serikat dan lulus dengan 2 gelar: Gelar Sarjana AS terakreditasi dari University of Arizona dan Gelar Sarjana (S1) terakreditasi dari Sampoerna University.
Referensi
Kompas.com – Flexing